Akhirnya setelah gonjang-ganjing penolakan pada Tim Israel, status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2023 resmi dicabut FIFA. FIFA tak menyebut secara pasti alasannya, namun kuat dugaan masalah pro kontra partisipasi Timnas Israel menjadi pertimbangan.
Tak ayal keputusan ini membuat Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka terlihat kecewa. Apalagi Solo telah ditunjuk sebagai salah satu tempat penyelenggaraan Piala Dunia U20 itu. Namun Gibran tetap berusaha bijak. Melalui akun media sosial Twitter @gibran_tweet, putra sulung Presiden Jokowi itu menuliskan tidak ingin lagi membahas soal Piala Dunia U-20. Gibran juga mempersilakan tim sepak bola kebanggaan Persis Solo untuk menggunakan Stadion Manahan, yang sebelumnya dipersiapkan untuk pergelaran Piala Dunia U-20.
“Wes ya. Mulai sesok ra mbahas U20 meneh. Fokus @persisofficial wae seng maine lagi konsisten apik,” tweet Gibran. Sebelumnya, Gibran sempat menyampaikan untuk tidak berharap dan siap-siap bersedih soal ketidakpastian Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Serupa dengan Gibran, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga menyatakan kekecewaannya dengan keputusan FIFA tersebut. Meski GP dianggap sebagai salah satu pemicu pro kontra terhadap kehadiran Timnas Israel karena mengeluarkan statement penolakan kehadiran Israel. Menurut GP, penolakan ini merupakan wujud dari komitmen bersama dalam mendukung kemerdekaan Palestina . Konon hal ini juga menjadi amanat dari Presiden Sukarno.
Perbedaan lainnya dengan Gibran, GP berdalih. Ia mengatakan bahwa ia sebenarnya mengusulkan peluang-peluang co-host. Tim Israel bertanding di negara tetangga, namun Piala Dunia U20 tetap diselenggarakan. GP terlihat agak ngegas menanggapi komentar-komentar netizen yang ditujukan pada dirinya. Ganjar menegaskan, jika memang ingin menyerang di media sosial maka jangan menarget istri dan anaknya. Tidak jelas serangan apa yang ditujukan pada istri dan anaknya.
Gibran di sisi lain terlihat cool, tenang, adem, dan damai. Ia pun dengan rendah hati memohon maaf pada Ganjar dan I Wayan Koster, dua nama yang dianggap memicu polemik ini. Sebaliknya, permintaan maaf Ganjar yang ditunggu-tunggu banyak orang, belum keluar.
Gibran layak kecewa. Kerugian yang ditimbulkan dari gagalnya perhelatan akbar itu tidak main-main. Trilyunan rupiah anggaran negara telah dialokasikan untuk renovasi stadion, penginapan, dan infrastruktur penunjang lainnya. Bukan hanya dari APBN, tetapi juga dari APBD Kota Surakarta, wilayah yang dipimpin Gibran. Terbatasnya anggaran kota membuat Gibran harus refocusing anggaran dan mengorbankan banyak kegiatan lain. Gibran pun menyebutkan adanya pengorbanan harus kehilangan pendapatan asli daerah (PAD). Selain itu, Gibran mengaku kasihan kepada para PKL yang beberapa kali harus ditutup karena adanya inspeksi FIFA.
“Dampak sudah menyiapkan venue, Persis itu sudah rugi lho memindahkan home base itu nggak murah. Sudah rugi ora iso ditonton, ora iso dodolan tiket, pengorbanan,” kata Gibran di Balai Kota Solo.
Persiapan yang dilakukan Gibran memang tidak main-main. Pemkot Solo sudah berjibaku menyiapkan mulai dari venue pertandingan, lapangan pertandingan, hingga event pendamping.
Wajar jika Gibran kecewa. Yang lebih parah lagi, ada oknum-oknum tertentu yang bereaksi negatif. Menganggap sikap Gibran yang berbeda dengan kader partai itu pertanda Gibran tidak setia pada keputusan partai. Hebatnya, menanggapi gonjang ganjing ini sulung Presiden Jokowi ini enggan menanggapi polemik ini. Gibran juga tak menanggapi apakah dirinya mendapat sanksi soal sikapnya yang berbeda dengan kader PDI-P lainnya.
“Itu urusan internal partai (PDI-P),” kata Gibran santuy.
Kejadian itu membukakan banyak fakta tentang Gibran yang mungkin tidak banyak dipahami orang lain. Pertama tentang betapa besar perhatian Gibran pada masyarakat Solo yang dipimpinnya. Banyak yang mengakui sejak dipimpin Gibran, wajah Solo berubah total. Pembangunan infrastruktur yang masif, mulai dari masjid Al Zayed, Solo Safari, revitalisasi Pura Mangkunegaran dan Kraton Surakarta, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah, hingga palang Joglo dan viaduct. Yang cukup fenomenal adalah penataan kawasan kumuh Semanggi, yang dulu berada di tanah negara di bantaran Bengawan Solo. Bukan hanya ilegal dan rawan banjir, di wilayah itu juga kerap dihuni oleh kelompok-kelompok yang terpapar radikalisme bahkan terlibat aksi teroris. Dan kini mereka semua telah hidup layak dan nyaman di lingkungan yang lebih baik.
Ini masih ditambah dengan pujian masyarakat akan membaiknya pemeliharaan jalan dan saluran di Solo. Jalan berlubang akan segera ditangani dalam hitungan hari, hingga nyaris sulit mencari jalan rusak di Solo. Bukan hanya itu, penerangan jalan umum makin terang benderang. Setiap lampu mati segera diperbaiki. Gorong-gorong dan saluran dinormalisasi. Tidak heran, ketika hujan deras, air tak pernah lama menggenangi jalan. Ini semua menjadi makin indah karena Solo makin bersih dan hijau dari hari ke hari. Koridor Ngarsopuro dan Gatsu yang terus dihias hingga kini menjadi icon kota baru serupa Ginza di Jepang. Mural karya seniman-seniman lokal menghiasi semua sudut kota, membuat Solo makin estetik.
Capaian non fisik juga cukup menakjubkan. Menyadari Solo adalah kota kecil yang tak ditunjang pertanian, sumber daya alam dan manufaktur besar, Gibran sangat concern dalam memperkuat UMKM. Disadari penuh oleh Gibran, bahwa perekonomian Solo sangat bertumpu pada UMKM. Maka aneka program pelatihan dan pemberdayaan dilakukan untuk membuat UMKM naik kelas. Pelatihan yang tidak kaleng-kaleng seperti yang umumnya dilakukan. Tetapi bagaimana UMKM itu bisa memasarkan produknya termasuk melatih mereka semua siap go digital. Berkat kemampuan UMKM yang meningkat pesat itu, banyak perbankan dan lembaga keuangan tidak ragu-ragu membantu mereka dalam hal permodalan. Gibran berhasil bekerja sama dengan platform bisnis online besar Shopee, yang tentu saja tidak gampang. Tidak semua Kepala Daerah dipercaya perusahaan-perusahaan itu untuk bekerja sama.
Ada kisah menarik tentang kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan. PBB kota Solo telah bertahun-tahun tidak direvaluasi. Nilai Jual Objek Pajak menjadi tidak aktual dibanding harga pasar saat ini. Untuk itu pihak Pemkot melakukan revaluasi terhadap NJOP sehingga lebih mendekati harga kekinian. Akibatnya tagihan PBB membengkak hingga nyaris 400%. Ketika benar-benar akan diberlakukan, sejumlah masyarakat memohon kepada Gibran agar meninjau kembali kenaikan tersebut. Mengingat ekonomi yang baru saja mulai menggeliat pasca pandemi, kenaikan tarif itu dirasa kurang tepat waktu. Masyarakat meminta keringanan, agar usaha mereka tetap dapat berjalan.
Yang dilakukan Gibran di luar dugaan. Ia bukan Cuma mengurangi kenaikan tarif pajak, tetapi juga mengembalikan tarif sesuai semula, meski tarif itu sudah sangat-sangat tidak aktual. Gibran tak tega jika masyarakat menjadi korban, perekonomian sulit menggeliat.
Keinginan untuk meningkatkan geliat ekonomi itu pula yang membuat Gibran banyak mengajukan Solo untuk menjadi tuan rumah event dan perhelatan besar skala nasional. Mulai dari Paragames, Muktamar Muhammadiyah, hingga konser-konser band ternama dunia seperti Dreamtheater dan Deep Purple. Ini termasuk juga Piala Dunia U20 yang gagal digelar itu. Belum lagi event budaya lokal yang seakan tak pernah berhenti. Nyaris ada setiap minggu.
Soal keamanan? Gibran cukup teruji untuk hal itu. Buktinya sejak dipimpin Gibran, hotel-hotel di Kota Solo meningkat pesat tingkat huniannya. Termasuk juga peningkatan pesat dari sektor kuliner yang menjadi bukti bahwa di event di Solo aman dilaksanakan. Solo yang dulu punya riwayat kerusuhan massa, menjadi adem ayem di tangan Gibran.
Mengapa demikian? Kita semua tahu betapa Gibran sangat concern pada masalah toleransi beragama dan keberagaman. Gibran bahkan satu-satunya Kepala Daerah yang berani memasang ornamen Natal di Bulan Desember. Alasan Gibran karena jika ia memasang ornamen Imlek dan lampion ketupat saat Ramadhan, maka sudah sewajarnya ia memasang lampion dan ornamen-ornamen pada hari raya keagamaan lainnya. Dan Gibran sungguh-sungguh untuk urusan ini. Menjelang hari raya Nyepi lalu ia diprotes kelompok intoleran karena menyelenggarakan pawai ogoh-ogoh.
Gibran sangat membenci perpecahan di masyarakat. Seperti juga ia tidak menyukai polarisasi masyarakat seperti dalam dikotomi populer cebong-kampret dan belakangan dalam istilah kadrun. Ia ingin masyarakat Indonesia tidak tersekat-sekat perbedaan. Dan sebagaimana Olahraga mengajarkan sportivitas, Gibran percaya sportivitas akan menjauhkan masyarakat dari tindakan-tindakan SARA. Di situlah kenapa ia sangat berkeinginan Piala Dunia U20 diselenggarakan di Indonesia, dan terutama di Solo kota yang dipimpinya. Dari situlah masyarakat akan bisa memupuk jiwa sportif, ksatria. Sebagaimana amanat pendiri bangsa dalam lagu kebangsaan kita: bangunlah jiwanya, bangunlah badannya….
Gibran memang pribadi yang menarik. Usianya yang masih muda, mungkin sulit dipahami oleh kaum non milennial. Mereka yang lebih tua. Para milennial ini sudah tak lagi tertarik polarisasi. Concern mereka adalah hal-hal yang saintifik ataupun artistik. Mereka tidak mudah memahami perpecahan akibat hal-hal seperti ideologi dan agama. Mereka terbiasa berpikir dengan nalar kritis. Kasus-kasus penyebaran hoax jarang terjadi pada kelompok milennial. Namun banyak terobosan dan inovasi dibuat oleh kelompok mereka.
Bonus demografi membuat penduduk muda menjadi kelompok terbanyak di Indonesia. Dan 2024, mereka adalah pemilih terbanyak. Mereka yang belakangan ini selalu terlihat sangat kagum dan support pada Walikota milennial dari Solo itu. Saatnya Indonesia kembali optimis. Demikian kata mereka.
Nia Megalomania