Nanggala dan Nasib Alutsista Kita

Tenggelamnya Kapal Selam Nanggala beserta 53 awak dan penumpangnya, menorehkan luka dan duka yang mendalam bagi kita khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan. Tragedi ini menambah panjang rentetan peristiwa kecelakaan yang melibatkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dan armada pendukung TNI dalam 5 tahun terakhir, 2016-2021. Setidaknya ada 13 peristiwa kecelakaan yang melibatkan meriam anti pesawat (1 kali) , tank (1 kali), pesawat angkut (1 kali), pesawat tempur (2 kali) , helikopter angkut (5 kali) dan kapal perang (3x). Apabila ditotal, sekurang-kurangnya sejumlah 92 personil TNI meninggal dalam kecelakaan itu. Meskipun sangat tidak diharapkan, ke depan rentetan peristiwa kecelakaan dimungkinkan akan bertambah panjang apabila tidak ada solusi konkret dan langkah yang serius dari para pengambil kebijakan negara untuk melakukan pengadaan dan pembaharuan alutsista dan armada pendukung TNI. Ini tentunya berkaitan dengan politik anggaran nasional, alokasi anggaran dan pengelolaan belanja internal di lingkungan Kementerian Pertahanan.

Alokasi APBN 2021 untuk Kementerian pertahanan ialah sebesar kurang lebih 137 Trilyun rupiah. Belanja untuk pengadaan alutsista dialokasikan sebesar 9,3 trilyun rupiah sedangkan untuk perawatan dan modernisasi alutsista sebesar 19,9 trilyun rupiah yang didistribusikan ke tiga matra, yaitu : Anggaran Darat sebesar 3,8 trilyun, Angkatan Laut sebesar 8 trilyun rupiah dan Angkatan Udara sebesar 8,1 trilyun rupiah. Total alokasi belanja baik untuk perawatan, modernisasi dan pengadaan alutsista ialah sebesar 29,2 trilyun rupiah. Porsinya hanya sekitar 21,3% dari keseluruhan anggaran untuk kementerian pertahanan. Pengadaan alutsista hanya mendapat porsi 6,8% sedangkan porsi untuk perawatan alutsista dan modernisasi alutsista sebesar 14,5%. Mengapa porsi alutsista untuk Angkatan Darat paling kecil ? sebab dengan keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, maka ujung tombak pertahanan ada di matra laut dan udara.

Saat ini harga sebuah kapal selam yang sejenis dengan Nanggala namun dengan versi yang lebih canggih berkisar di angka 4,75 Trilyun rupiah. Ini merujuk pada kontrak pembuatan yang dimenangkan oleh perusahaan Daewoo dari Korea Selatan pada 2011 untuk membuat 3 kapal selam kelas Chang Bogo sebesar $ 1,07 Milyar. Dengan alokasi anggaran pengadaan yang “hanya” 8 Triyun rupiah, kita hanya bisa menambah 1 armada kapal selam dalam 1 tahun. Indonesia berencana menambah armada sampai total 12 unit armada kapal selam. Dengan tenggelamnya Nanggala, tersisa 4 unit armada, yaitu 1) Cakra 401, 2) Nagapasa 403, 3) Ardadedali 404 dan 4) Alugoro 405. Kapal Selam Indonesia beroperasi pertama kali pada 1981 dengan 2 armada yakni Cakra 401 dan Nanggala 402.

Butuh waktu 36 tahun bagi kita untuk menambah sekaligus mengoperasikan satu demi satu secara bertahap armada baru kapal selam Nagapasa 403 pada tahun 2017, Ardadedali 404 pada tahun 2018 dan Alugoro 405 pada tahun 2019. Jadi sampai 2016, hanya 2 armada kapal selam yang di kedalaman laut, menjaga laut kita seluas lebih dari 3,5 juta kilometer persegi. Dan baru 2 tahun yang lalu yaitu sejak 2019, laut kita dijaga oleh 5 armada kapal selam di kedalaman. Sungguh merupakan ironi sekaligus kenyataan pahit.
Ketika ada desakan untuk perbaharuan dan modernisasi alutsista, para pengambil kebijakan politik selalu berkilah dengan alasan klasik, tidak bisa mengoptimalkan belanja pengadaan alutsista sebab belanja negara difokuskan untuk kesejahteraan rakyat. Dilihat secara sepintas, dalih tersebut argumentatif. Namun apabila digali lebih dalam lagi, boleh jadi argumentasinya cacat. Mungkin ada dinamika, proses pengelolaan serta pengalokasian penganggaran dan realisasi belanja di Kementerian Pertahanan yang perlu dievaluasi secara komprehensif berdasarkan skala prioritas penganggaran.

Dalam lingkup yang lebih kecil tentang alutsista, yang tidak kalah penting ialah bagaimana realisasi perawatan alutsista, pemantauan, pengawasan, mekanisme pelaporan masalah pada alutsista dan solusinya yang berjalan selama ini. Ini tentu sensitif sebab melibatkan institusi TNI serta menyentuh hal-hal terkait apa saja yang dikategorikan sebagai rahasia negara. Namun, tentu tidak semua bisa begitu saja dikategorikan sebagai rahasia negara. Mestinya ada klasifikasi yang jelas antara informasi yang dikategorikan sebagai rahasia negara dengan yang bukan. Supaya apa ? Supaya dalam batas tertentu yang memungkinkan, publik bisa memperoleh penjelasan yang memuaskan, misalnya keterangan resmi yang menyatakan bahwa sebelum diterjunkan dalam latihan peluncuran misil yang kemudian mengalami kecelakaan dan tenggelam, kondisi kapal selam Nanggala 402 betul-betul dalam keadaan baik dan layak operasi, terverifikasi tidak saja secara formal melainkan juga secara material.

Ada 2 faktor umum penyebab kecelakaan, pertama adalah system failure dan yang kedua adalah human error. Terbuka kemungkinan faktor lainnya yaitu serangan dari musuh, kondisi alam yang membahayakan dan sabotase. Keluarga para kusuma bangsa yang gugur telah meminta supaya badan Nanggala yang terbelah menjadi tiga dapat diangkat. Pengangkatan badan Nanggala ini sangat penting dilakukan sebab akan sangat membantu proses investigasi dan menguak tabir misteri penyebab utama kecelakaan. Sebelum tanggal 24 April 2021, narasi yang jamak beredar di media sosial adalah harapan bahwa di kedalaman sana, para awak dan penumpang masih hidup dengan persediaan oksigen selama 3 hari. Kemudian, ketika ditemukan bukti bahwa kapal terbelah serta barang-barang lain, ada 2 kemungkinan yang terjadi. Kemungkinan pertama, kapal tenggelam dan pecah tidak berapa lama setelah dinyatakan hilang kontak pada 21 April 2021. Kemungkinan kedua, kapal tenggelam semakin dalam dan sampai rentang beberapa jam sampai kapal pecah, ada kemungkinan awak maupun penumpang kapal mendokumentasikannya dalam bentuk audio, video maupun audio-visual melalui gawainya dengan asumsi gawai diperbolehkan dibawa masuk ke kapal selam.

Penyebab kecelakaan akan dapat diketahui apabila proses investigasi selesai dilakukan. Untuk saat ini baru sebatas dugaan. Penyimpulan hasil investigasi perihal penyebab kecelakaan tentu akan membawa konsekuensi secara berantai. Misalnya, apabila penyebab utamanya adalah system or engine failure, bola panas akan mengarah pada penanggung jawab perawatan Nanggala serta SOP perawatan yang selama ini berjalan. Apabila penyebab utamanya adalah sabotase, berarti ada celah kelemahan pada sistem keamanan Nanggala sehingga bola panas mengarah pada penanggung jawab keamanan armada dan rantai komando disitu. Pada prinsipnya, ivestigasi yang dilakukan harus betul-betul komprehensif dan mendalam serta menghasilkan evaluasi dan rekomendasi supaya kejadian serupa tidak terulang lagi baik di matra laut, udara maupun darat.

Tentara gugur di medan tempur adalah hal yang wajar. Ketika personil TNI bentrok dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua dan ada yang gugur dalam penyergapan atau tembak-menembak, kita turut berduka cita namun kita memaklumi bahwa itu adalah resiko menjadi seorang prajurit. Namun ketika personil TNI tewas dalam latihan atau karena alutsista yang usang, tidak terawat dengan baik dan yang sudah seharusnya dikandangkan, jelas tidak dapat diterima. Sudah lebih dari 90 personil TNI yang gugur karena kecelakaan saat bertugas dalam 5 tahun terakhir. Mau berapa banyak lagi personil TNI kita berguguran karena kecelakaan kapal perang, tank, helikopter dan pesawat ? Selama politisi kita dan pejabat di Kementerian Pertahanan tidak serius menyikapi hal ini, maka kita akan tetap menyaksikan kecelakaan demi kecelakaan yang merenggut putra-putri terbaik bangsa berulang lagi dan lagi. Personil TNI adalah manusia seperti kita. Nyawa mereka sama berharganya dengan nyawa kita. Dan kalaupun mereka harus bertaruh nyawa, biarkah itu terjadi di medan perang dan pertempuran, BUKAN di medan latihan.

Untuk awak kapal selam Nanggala…Selamat berpatroli dalam keabadian !

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *