Dinamika menjelang Pilpres 2024 makin menarik. Kalau boleh menyebut mereka yang sudah ancang-ancang, di antaranta Erick Thohir. Etho, demikian panggilannya sudah memoles media sosialnya dengan lebih intens. Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Paman AHA (Airlangga Hartarto) sudah lebih dulu start.
Mereka ingin menyusul kepopuleran Ganjar, yang didapat dari keahlian memainkan media sosial. Harus diakui, Ganjar memang paling piawai bermedsos. Dia terus berusaha mempopulerkan diri dengan narasi besar “penerus Jokowi”, walau performance-nya jauh di bawah Presiden Jokowi. Tak peduli para petinggi PDIP menyorotnya dengan tak senang, Ganjar terus “kampanye”. Dia terus menebar pesona, berusaha terlihat merakyat, ke sana kemari menyapa warga dengan sepeda mahalnya. Relawan pendukungnya tak kalah riuh mengusung aneka narasi. Kebanyakan sih narasi playing victim sambil memancing netizen agar menghujat Puan Maharani. Atau satu narasi yang memadukan keduanya. Playing victim sambil mengejek Puan, pesaing terberatnya di internal partai. Demikianlah cara efektif Ganjar meraih simpati netizen, sekaligus menggerus elektabilitas Puan.
Bahkan data pun bisa dimainkan tim Ganjar untuk membuat narasi playing victim. Seperti data Kemendagri yang dirilis akun @pandemictalks terkait begitu kecilnya anggaran Covid-19 Jateng, yang jauh lebih rendah dibanding DKI, Jabar, Jatim bahkan provinsi-provinsi lain di Indonesia. Sedangkan kasus Covid Jateng sendiri menempati posisi tertinggi bebera kali dalam laporan harian Kemenkes. Begitu informasi itu mencuat, Ganjar langsung menggelar konferensi pers. Playing victim mengatakan bahwa dia telanjur dibully orang sedangkan data itu salah. Data yang benar bla bla… Walaupun ternyata data baru yang disampaikan tetap jauh lebih rendah dari provinsi-provinsi lain, orang sudah menaruh simpati berkat akting playing victimnya.
Narasi terbaru adalah terkait Puan yang curhat karena ada kader partai tidak menyambutnya di daerah. Tim Ganjar langsung bekerja membuat narasi, bahwa yang dimaksud adalah Ganjar. Padahal Puan tidak menyebut nama. Narasi ini membuat netizen terpancing untuk mengejek Puan yang seolah haus penyambutan. Medsos Puan sendiri hingga kini masih terkesan ala kadarnya. Belum terlihat narasi-narasi besar yang digarap. Sedangkan kader di daerah terus memasang baliho “Kepak Sayap Kebhinnekaan” di sudut-sudut kota/desa. Padahal sudah begitu banyak kritik, ejekan dan hinaan atas keputusan memasang baliho-baliho itu.
Yang menarik akhirnya adalah menebak-nebak siapa yang akhirnya nanti akan diusung oleh PDIP, sebagai partai pemenang Pemilu? Ganjar atau Puan? Siapa yang diusung, adalah kewenangan Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri yang tak lain adalah ibunda Puan. Untuk diketahui, mengingat sudah begitu lama Megawati menjabat Ketua Umum DPP PDIP, dan juga usia Mega yang sudah sepuh, bisa jadi Pilpres 2024 adalah tiket terakhir bagi Megawati untuk menggunakan haknya memberikan rekomendasi terkait capres yang diusung PDIP. Akankah dia memilih Ganjar yang menjadi pujaan netijen dengan elektabilitasnya yang tinggi? Tapi, selama ini hati Mega sakit, karena tim Ganjar banyak menggarap narasi menghujat Puan, anaknya.
Ataukah Mega akan mengajukan anaknya sendiri walau elektabilitasnya rendah? Bagaimana kalau kalah? Masalahnya, sepertinya PDIP itu memang terdiri dari orang-orang yang nggak takut kalah. Ingat, 10 tahun telah dihabiskan PDIP dan Megawati menjadi oposisi saat era pemerintahan Presiden SBY. Dan begitulah politik. Kalah dan menang hal biasa. Bahkan kadang ketika pendukung yang menang tawur dengan pendukung yang kalah, elite poilitik yang menang dan yang kalah sudah berangkulan.
Selanjutnya, PDIP tentu tidak bisa sendirian mengajukan pasangan Capres-Cawapres. Mereka harus berkoalisi dengan calon yang diajukan partai lain. Terbetik kabar, PDIP sudah lama menggadang-gadang Puan berpasangan dengan Prabowo, Ketum Partai Gerindra. Namun mengingat usia Prabowo yang sudah sepuh juga, bisa jadi Gerindra akan mengajukan calon lain. Maka kita akan mengingat-ingat nama-nama yang juga populer. Akankah yang diajukan Sandiaga? Atau malah Anies Baswedan?
Ingat, Anies elektabilitasnya juga tinggi seperti Ganjar. Kenapa Anies lolos dari isu interpelasi? Mengapa dia juga tetap tenang digempur dengan isu aneka korupsi, dan yang terakhir Formula E? Bukankah ini pertanda posisinya kuat, atau setidaknya dia diback up orang yang sangat kuat di belakangnya? Adakah ini terkait deal-deal politik menjelang 2024? Akankah terjadi duet Puan-Anies?
Lalu jika memang demikian yang terjadi, bagaimana dengan Ganjar? Ganjar bisa jadi akan dipungut partai lain. Demi ambisi politik, politisi bisa saja pindah partai. Itu sudah jamak kok dilakukan para politisi di mana-mana. Maka Ganjar pun entah dengan siapa pasangannya, bisa jadi akan bertempur dengan Puan. Ingat, masih ada Erick, AHY, Risma, AHA, BGS dan nama-nama populer lainnya dengan mesin politik masing-masing.
Sebagai ekses Pilpres 2019, masyarakat Indonesia telanjur terpolarisasi menjadi dua bagian. Mereka yang mengaku paling nasionalis dan mereka yang mengklaim dirinya religius. Cebong dan kampret, kerap disebut juga kadrun. Oleh karena itu kalau ingin menang di Pilpres 2024, sebaiknya memadukan para jagoan dari dua kutub yang ada. Dengan demikian masyarakat akan berangkulan kembali. Tapi jangan sampai terjadi, mereka justru kebingungan hingga muak dan berujung antipati.