Prananda dan Relawan Akan Bikin Ganjar Tamat?

Di PDI Perjuangan, ada konsensus sekaligus tradisi yang mungkin tidak bisa dimengerti “orang luar”, bahwa setiap calon kepala daerah hingga calon presiden, harus mendapat restu atau rekomendasi Ketua Umum. Siapa lagi kalau bukan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian? Ini karena memang PDIP bisa dikatakan milik Megawati.

Megawatilah yang jatuh-bangun mempertahankan kelangsungan hidup PDIP sejak dulu. Sejak partai ini terus diintimidasi, dan kader-kadernya dipersekusi oleh rezim Orde Baru. Tidak sedikit yang akhirnya ikut arus skenario yang dibuat Orde Baru. Namun Mega tidak terpancing. Ketika sebagian akhirnya menyerah dan larut dalam genggaman skenario Orde Baru, Mega bertahan bahkan melawan. Ini fakta sejarah yang tak ada seorang pun bisa membantahnya. Jadi jika keputusan akhir ada di Megawati, memang sudah sewajarnya.

Saat ini, masyarakat menuntut seorang calon presiden sebaiknya berpengalaman. Itu tidak salah. Hanya sayangnya “berpengalaman” ini diartikan sempit, hanya pengalaman memimpin daerah. Bisa dipahami. Karena sejak kemunculan Jokowi, memang ada pandangan bahwa calon presiden sebaiknya berlatar belakang eksekutif daerah. Seperti diketahui, Ganjar Pranowo masuk dalam kategori ini.

Pada satu sisi, Megawati dan petinggi PDIP sudah menyiapkan Puan sejak lama. Puan ditempa dari bawah di dalam kepengurusan partai, hingga menjadi salah satu Ketua di DPP dan masuk Senayan bahkan menjabat Ketua DPR.

Namun jangan lupa, Mega punya anak satu lagi, Prananda. Sudah menjadi rahasia umum, hubungan Prananda kurang harmonis dengan Puan. Hubungan yang sudah retak ini agaknya semakin parah semenjak ibundanya, Megawati lebih mengelus Puan sebagai calon pemimpin negeri. Posisi Ganjar saat ini terjebak dalam pertarungan kakak-adik ini.

Ditengarai, munculnya organ-organ relawan Ganjar dalam berbagai nama di berbagai daerah tak terlepas dari sokongan Prananda. Keberadaan relawan ini dibutuhkan untuk dimainkan dengan cantik oleh Ganjar. Dia tidak perlu kampanye secara langsung, tak perlu baliho agar lebih populer, tak perlu menyerang lawan, melainkan cukup melalui proxy-proxynya dalam bentuk relawan.

Ambisi Ganjar sudah lama tercium oleh para petinggi PDIP. Di panggung politik di Indonesia, sikap ambisius itu masih tabu. Terkhusus dalam tubuh PDIP, lebih tabu lagi karena wewenang mengajukan calon pemimpin ada di tangan Ketua Umum. Di tengah situasi ketika Ketua Umum sudah mengelus calon sendiri, sepak terjang Ganjar dinilai sudah offside. Inilah yang membuat Bambang Pacul hilang kesabaran, sehingga Ganjar tidak diundang dalam acara di Jawa Tengah.

Fakta sejarah perjuangan dan jasa Megawati terhadap PDIP, menambah keyakinan para kader bahwa PDIP merupakan milik trah Soekarno. Para kader dan simpatisan PDIP pun tak keberatan selama ini Megawati seakan memegang kunci rekomendasi untuk setiap calon kepala daerah dan presiden yang diajukan partai.

Kendati demikian, PDIP sesungguhnya ternyata tidak sefeodal itu juga. Para kader dididik untuk memulai karir politik dari bawah. Tak terkecuali Puan. Puan harus kerja biasa sebagai buruh perusahaan media sebelum terjun total ke politik dengan jabatan yang tidak terlalu penting di partai. Dia juga harus rela hanya menjadi pendamping ibunya kesana-kemari tanpa wewenang sedikit pun. Setelah puluhan tahun, barulah dia dipercaya menjadi salah satu ketua di DPP.

PDIP memang hebat. Partai ini punya banyak calon potensial yang layak menjabat bupati, walikota, gubernur, menteri hingga presiden. Maka wajar saja ada persaingan sengit di internal partai sendiri untuk mendapat tiket dari Ketua Umum.

Aneka manuver dilakukan untuk bisa membuat Ketua Umum melirik, dan akhirnya memberikan surat rekomendasi. Dalam kasus Ganjar, dia mentok melakukan manuver hingga berbertindak terlalu jauh untuk mempopulerkan diri. Namun konflik Prananda-Puan menguntungkan bagi dia. Ada indikasi Prananda bermain memuluskan Ganjar melalui relawan-relawan.

Relawan-relawan Ganjar galak di media sosial dengan tujuan menaikkan elektabilitas. Tanpa pandang bulu, mereka melibas siapapun yang dianggap berseberangan, termasuk Puan yang notabene berasal dari partai yang sama. PDIP pun terkesan rapuh karena relawan menyerang Puan dan juga partai. Prananda dan Ganjar sendiri tak mampu mengendalikan. Kenyaan ini membuat lawan politik PDIP bertepuk tangan.

Bila hal ini berlangsung terus-terusan, bukan tidak mungkin Megawati dan petinggi PDIP malah makin antipati terhadap Ganjar. Bukan tidak mungkin, manuver politik yang dilakukan dengan meminjam tangan relawan ini justru akan memicu tamatnya karir politik Ganjar. Kita lihat saja nanti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *